K
|
esuksesan adalah kata yang menjadi harapan bagi semua orang. Hampir setiap orang di dunia ini berbuat sesuatu demi mencapai kesuksesan. Bahkan terkadang seseorang mengorbankan apapun untuk mencapai kesuksesan yang ia idam-idamkan.
Setiap orang dalam hidup ini mempunyai berbagai keinginan. Keinginan itu bisa berbentuk mimpi, angan-angan atau cita-cita yang ia bangun dalam pikirannya. Keinginan itu tumbuh seiring dengan pergaulan, pendidikan, dan perkenalan dengan lingkungan yang melingkupinya.
Pada perkembangannya, sebagian orang mampu mewujudkan berbagai keinginan itu, sementara sebagian lain tidak mampu mewujudkan keinginan itu, dan hanya menjadikan keinginan itu sebagai khayalan yang terkadang jauh dari kenyataan.
Sukses adalah ketika orang mampu mewujudkan apa yang ia inginkan. Seseorang yang bercita-cita ingin menjadi dosen, misalnya, disebut sukses ketika ia mampu mewujudkan keinginannya itu dan menjadi dosen. Di situlah kesuksesan dirinya. Begitu juga orang yang bercita-cita ingin punbya rumah. Ketika ia mampu mewujudkan rumah tersebut, ia bisa mendefinisikan dirinya sebagai orang yang sukses.
Kriteria sukses masing-masing orang berbeda-beda, sangat tergantung pada keinginan dan cita-cita masing-masing. Seseorang yang telah berhasil mencapai sesuatu bisa jadi dianggap orang lain belum mencapai apa-apa. Perbedaan pandangan ini sebenarnya sesuatu yang wajar terjadi karena perbedaan pola pikir masing-masing orang.
Masalahnya, terkadang orang mengharapkan kita untuk bisa mencapai kesuksesan sebagaimana orang lain mencapainya. Orang menuntut kita menjadi orang lain yang sebenarnya bukan keinginan dan impian kita. Akibatnya, bukannya kita bahagia dengan pencapaian yang telah kita dapatkan, seringkali harapan itu malah menjadi beban yang memberati kita.
Orangtua, misalnya, seringkali mendefinisikan kesuksesan anak-anaknya menurut gambaran mereka sebagai orangtua, sehingga terkadang terlalu memaksakan kehendak dan harapan mereka kepada anak-anaknya. Akibatnya, sering terjadi kesalahpahaman dan hubungan yang tidak baik antara anak dan orangtua karena perbedaan pandangan ini. Orangtua menginginkan A, sementara si anak menginginkan hal yang berbeda.
Ada dua kemungkinan yang bisa terjadi dalam hal ini. Bisa saja si anak menerima dan mengikuti keinginan orangtua, tetapi itu dilakukan dengan terpaksa. Orangtua menginginkan anaknya untuk kuliah di Fakultas Hukum, misalnya, sementara sang anak menginginkan kuliah di Fakultas Ekonomi. Mungkin saja si anak mengalah karena tidak mempunyai biaya kuliah, dan menamatkan sarjana di Fakultas Hukum, tetapi hal itu dilakukan tidak dengan sepenuh hatinya. Pencapaian itu kemudian tidak bermanfaat. Pekerjaan yang tidak dilakukan dengan sepenuh hati tidak akan bisa menghasilkan produktivitas yang maksimal.
Karena setiap orang mempunyai definisi yang berbeda-beda tentang kesuksesan, setiap orang perlu mendefinisikan apa arti sukses menurut dirinya sendiri. Mungkin kita perlu mendiskusikan dengan rekan atau pasangan sekalipun, tetapi tetap saja karena kita yang mengetahui kondisi kita secara baik, kita sendirilah yang perlu mendefinisikan sukses versi kita.
Menariknya, sebagai makhluk yang mempunyai pikiran, manusia diberi pilihan, apakah ingin sukses atau tidak. Manusia hanya diberi petunjuk jalan bahwa jika ingin sukses, ia perlu bekerja keras mencapai kesuksesan tersebut. Tetapi, jika ia tidak mau sukses, biarlah kemalasan meliputi hari-harinya.
Mungkin, di dunia ini tidak ada seorang pun manusia yang tidak mau sukses. Tetapi, untuk bekerja keras, memang tidak semua manusia mau melakukannya. Di sinilah yang membedakan satu orang dengan yang lainnya. Kesuksesan seseorang sangat tergantung pada kerja keras yang ia lakukan. Semakin keras bekerja, akan semakin dekat pada kesuksesan yang ia impikan.
Apakah untuk mencapai kesuksesan itu dibutuhkan kerja keras? Bukanlah dalam beberapa tahun terakhir muncul istilah "kerja keras" dan "kerja cerdas" ? Kerja cerdas mengindikasikan bahwa seseorang harus mampu memaksimalkan semua potensi yang dimilikinya dalam bekerja, sehingga bisa menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi.
Kerja cerdas bukanlah kebalikan dari kerja keras. Kerja cerdas tetap membutuhkan kerja keras dengan kuantitas yang sama besar, sehingga mampu menghasilkan produktivitas yang lebih besar. Kerja cerdas tidak mengindikasikan bahwa keseuksesan bisa diraih dengan berleha-leha dan bermalasa-malas. Kerja cerdas adalah berpikir kreatif dan inovatif, agar kerja keras yang kita lakukan membuat produktivitas kita lebih meningkat. Tidak ada kompromi apa pun, bahwa kesuksesan hanya bisa diraih melalui kerja keras.
Cobalah tanya pada orang-orang yang kita anggap sukses di sekitar kita. Saya yakin sekali tidak ada seorang pun di antara mereka yang menggapai kesuksesan dengan mudah. Semuanya harus dilalui dengan berbagai rintangan dan kerja keras yang harus dilakukan.
Seorang penyanyi yang ingin tampil prima pada saat tampil di panggung, misalnya, harus bekerja keras, berlatih fisik selama berjam-jam setiap hari dan berlatih vokal teru-menerus agar kualitas suara dan penampilannya tetap terjaga. Demikian juga seorang presenter handal yang harus mempersiapkan bahan-bahannya dengan serius agar apa yang ia sampaikan bisa diterima oleh hadirin dengan baik dan memuaskan.
Tidak ada kesuksesan dalam berbagai profesi di dunia ini yang tidak mengandalkan kerja keras. Karena itulah, pilihan itu tergantung kita sekarang. Mau sukses, berarti kita harus bekerja keras. Atau mau biasa-biasa saja, ya tidak usah bekerja keras.
"Man Jadda Wajada"