Kamis, 31 Maret 2016

NASKAH DEBAT PRO PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA DI JEJARING SOSIAL (MISALNYA FACEBOOK DAN TWITTER) KURANG MENDIDIK

NASKAH DEBAT PRO
UJIAN PRAKTIK BAHASA INDONESIA
SMK NEGERI 17 JAKARTA
TAHUN AJARAN 2015/2016

PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA DI JEJARING SOSIAL (MISALNYA FACEBOOK DAN TWITTER) KURANG MENDIDIK

Bahasa memiliki peran yang sangat penting. Bahasa menjadi alat yang paling efektif dalam setiap aktivitas komunikasi. Setiap manusia memerlukan bahasa agar dapat menyampaikan apa yang ada dalam pikirannya. Dalam pemakaiannya, bahasa menjadi sangat beragam. Keragaman bahasa sangat bergantung pada kebutuhan dan tujuan komunikasi. Bahasa dapat dilakukan secara lisan maupun tulisan. Seiring majunya peradaban manusia, termasuk di Indonesia, banyak cara yang dipilih pemakai bahasa dalam berkomunikasi. Bahkan pilihan cara komunikasi tidak hanya makin beragam tapi juga semakin canggih.
Disaat ini perkembangan semakin pesat. Perkembangan dan berbagai pengaruh-pengaruh globalisasi semakin menjalar. Terutama dikalangan remaja. Dizaman sekarang  serasa segalanya sudah berbeda, apalagi jika dibandingkan dengan zaman dahulu. Dizaman sekarang dari segi penampilan berbeda dengan dahulu, jika dulu pakaian adat adalah maskot, sekarang pakaian trendy yang lebih oke. Dari segi tingkah laku dan gaya bahasa yang digunakan pun saat ini juga berbeda dengan dengan zaman dulu.
Salah satu fenomena komunikasi yang paling pesat saat ini adalah penggunaan bahasa yang didukung oleh perangkat teknologi canggih, khususnya bahasa yang digunakan pada jejaring sosial, seperti internet, facebook, twitter, chatting, email, sms, dan sebagainya. Namun penggunaan bahasa yang menyimpang dari kaidah Bahasa Indonesia  menimbulkan sorotan besar dari para pengamat.
Berlatar pada kondisi itulah, kita perlu berdiskusi dan menentukan sikap terhadap fenomena bahasa pada jejaring sosial yang semakin mengglobal. Bagaimana kita memandang bahasa pada jejaring sosial; ancaman atau peluang? Bahasa Indonesia adalah salah satu aset penting bangsa Indonesia. Kenapa? Karena menurut saya, bahasa Indonesia merupakan satu-satunya bahasa resmi yang membantu berbagai suku di Indonesia untuk berkomunikasi secara baik.
Saya sebagai pro menganggap pernyataan tersebut benar. Karena bahasa pada jejaring sosial semakin mendapat tempat di kalangan anak muda. Apalagi kemunculan bahasa gaul yang kini menjadi trend anak muda dikhawatirkan dapat mengikis jati diri bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar mulai tergusur oleh munculnya bahasa gaul, hal ini tampak jelas pada bahasa lisan dan tulis yang sering digunakan oleh masyarakat kita, khususnya dikalangan remaja. Fenomena itu sering kita sebut “Bahasa Alay” yang lebih dikenal dengan “Bahasa Anak Layangan”, atau “Bahasa Anak Lebay” yang benar-benar sudah menjadi bahasa favorit mereka daripada bahasa Indonesia itu sendiri. Hal ini terjadi karena anak muda sekarang membutuhkan pengakuan akan eksistensi mereka. Mereka hampir tidak punya ruang untuk mewujudkan eksistensi mereka.
Remaja Indonesia kesulitan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Kesulitan tersebut terjadi karena adanya penggunaan bahasa baru yang mereka anggap sebagai sebuah kreativitas. Bahasa yang mengandung sandi-sandi tertentu dan sekarang dirasa wajar muncul dari beberapa kalangan yang menggunakan bahasa prokem. Bahasa prokem adalah bahasa yang digunakan oleh sekelompok orang dan hanya dimengerti oleh mereka. Bahasa prokem yang sekarang ini  sedang menjadi tren di Indonesia terutama pada kalangan remaja adalah bahasa gaul. Jadi, anak muda yang tidak memakai bahasa alay maka tidak disebut anak gaul, dan status sosial seseoranglah yang paling mempengaruhi penggunaan bahasa itu sendiri.
Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang baku yang mempunyai kaidah-kaidah disetiap penulisan maupun pengucapannya. Bahasa Indonesia ini bahasa yang mudah dimengerti oleh semua orang, meskipun mereka berasal dari daerah yang berbeda. Contohnya: Saat kita (orang jawa) bertemu dengan orang dari suku lain, misalnya saja orang batak, mungkin saat bertemu kita akan kesulitan dalam berkomunikasi. Pastinya dengan memilih berkomunikasi dengan bahasa Indonesia itu akan mempermudah. Itulah pentingnya jika mampu menggunakan bahasa indonesia dengan baik.
Dampak negatif yang didapat adalah mereka tak lagi menghiraukan kaidah-kaidah bahasa yang ada. Tak ada gunanya pelajaran bahasa Indonesia yang diajarkan sejak kita sekolah di Taman Kanak-Kanak. Bisa juga bahasa “Alay” mempersulit komunikasi dengan orang yang tak mengerti perkembangan seperti sekarang ini. Bahasa “Alay” juga menimbulkan kesan kurang baik jika dikaitkan dengan kesopanan berbicara dengan orang lain.
Pengguna jejaring sosial saat ini tidak hanya kalangan remaja atau orang dewasa, namun anak-anak pun tidak sedikit yang menggunakan jejaring sosial untuk bermain atau berkomunikasi. Sehingga bahasa di jejaring sosial yang kurang mendidik tidak baik untuk ditiru oleh anak-anak. Sebagai pemuda penerus bangsa, harusnya fenomena ini tidak boleh terjadi karena akan merusak generasi bangsa Indonesia. Bisa jadi bahasa Indonesia tak lagi perlu ejaan. Bisa-bisa akan merusak bahasa Nasional kita sendiri. Jika sudah rusak, dimana letak citra negara kita dilahirkan ini? Sungguh perkembangan yang tidak baik bagi anak cucu kita kelak.

Kesimpulan saya yakni, inilah momentum bagi pemakai Bahasa Indonesia untuk menerapkan pola tutur yang baik dan benar secara lisan maupun tulisan. Kita harus bersikap bangga terhadap Bahasa Indonesia dan selalu menjunjung tinggi kaidah pemakaiannya agar tidak hilang akibat dinamika peradaban manusia dan intervensi dari bahasa lain. Kita harus aktif dan tepat dalam menggunakan Bahasa Indonesia dan tidak menjadikan Bahasa Indonesia sebagai bahasa sarkasme terhadap generasi muda dan remaja. Bahasa adalah keharmonian.

NASKAH DEBAT KONTRA PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA DI JEJARING SOSIAL (MISALNYA FACEBOOK DAN TWITTER) KURANG MENDIDIK

NASKAH DEBAT KONTRA
UJIAN PRAKTIK BAHASA INDONESIA
SMK NEGERI 17 JAKARTA
TAHUN AJARAN 2015/2016

PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA DI JEJARING SOSIAL (MISALNYA FACEBOOK DAN TWITTER) KURANG MENDIDIK

Komunikasi menjadi hal yang penting dalam kehidupan ini.  Tanpa komunikasi takkan bisa kita bersosial dengan orang lain. Banyak cara yang dapat kita gunakan untuk berkomunikasi. Apalagi saat ini, semakin canggih berkomunikasi yang didukung dengan kemajuan teknologi. Kemunculan jejaring sosial memang mendapat apresiasi cukup besar dari masyarakat khususnya remaja. Remaja merupakan mayoritas pengguna jejaring sosial. Saat berkomunikasi kita memerlukan yang namanya bahasa. Dengan bahasa itulah kita mampu menyampaikan segala hal yang ada difikiran kita kepada orang lain. Memang di Indonesia ini banyak ragam bahasa yang dipakai. Berasal dari berbagai daerah dan berbagai macam suku pula.
Saya sebagai kontra tidak setuju dengan pernyataan tersebut. Alasannya penggunaan bahasa Indonesia di jejaring sosial justru mempermudah komunikasi. Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang baku yang mempunyai kaidah-kaidah disetiap penulisan maupun pengucapannya. Mayoritas remaja menganggap bahasa Indonesia yang sesuai dengan EYD terlalu kaku dan banyak aturan. Oleh sebab itu, muncullah bahasa yang tidak sesuai dengan EYD di jejaring sosial. Bahasa yang digunakan oleh para remaja dalam jejaring sosial merupakan suatu kreativitas dalam mengekspresikan dirinya melalui bahasa. Bahasa yang keluar sebenarnya masih dalam lingkup bahasa Indonesia. Para remaja gemar menyingkat kata per kata di jejaring sosial. Kurangnya karakter huruf dalam menuangkan kalimat di media sosial twitter juga menjadi sebab para remaja menyingkat kata. Dalam kaidah bahasa Indonesia, hal itu merupakan sebuah akronim. Bahasa “gaya maya dan alay” telah menjadi bahasa pemersatu pergaulan kalangan anak muda dan remaja saat ini. Karena sifatnya yang santai, bahasa dunia maya dan jejarimg sosial perlu dikawal agar tidak merambah ke aktivitas komunikasi dan berbahasa yang bersifat formal.
Penggunaan bahasa Indonesia bisa menjadi media ekspresi yang memiliki daya ledak dahsyat di ranah maya. Dalam berbahasa kita harus menyesuaikan diri dengan tempat, waktu, kondisi, dan dengan siapa lawan bicaranya. Apabila dalam tempat formal, kita diwajibkan menggunakan bahasa Indonesia yang sesuai dengan EYD. Namun dalam konteks media sosial hal tersebut termasuk tempat yang tidak formal, sehingga tidak perlu menggunakan bahasa yang baku. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Ed. IV, 2008) men­definisikannya sebagai “ragam bahasa tidak resmi dan tidak baku yang sifatnya musiman, dipakai oleh kaum remaja atau kelompok sosial tertentu untuk komunikasi intern dengan maksud agar yang bukan ang­gota kelompok tidak mengerti.
Di sisi lain, fakta membuktikan pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah hasilnya tidak cukup menggembirakan. Pada UN tahun 2011 lalu, pelajaran Bahasa Indonesia memiliki nilai rata-rata lebih rendah jika dibandingkan dengan mata pelajaran lain, bahkan dengan pelajaran Bahasa Inggris. Bahasa Indonesia yang baik dan benar masih menjadi bahasa yang sulit untuk digunakan baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Jika demikan, salahkah kemunculan bahasa pada dunia maya dan jejaring sosial? Tidak ada yang salah. Peradaban manusia, budaya, dan lingkungan atau demografis adalah faktor-faktor yang mempengaruhi pola berbahasa seseorang (Meyerhoff, 2006:108).

Dijejaring sosial pun masih banyak motivator yang menggunakan bahasa Indonesia sesuai kaidah. Jadi, kesimpulan saya tidak semua penggunaan Bahasa Indonesia di jejaring sosial kurang mendidik. Selain itu penggunaan bahasa Indonesia yang bercampur kode dengan bahasa gaul, dunia maya, alay, ataupun bahasa daerah selagi tidak dipakai dalam situasi formal tidak lah perlu dirisaukan atau dipermasalahkan.